Wednesday 10 September 2014

motivasi dalam perusahaan


BAB 1. PENDAHULUAN

 

 

1.1  Latar Belakang

Dalam sebuah organisasi atau perusahaan kemampuan manajer untuk dapat menjalin hubungan yang baik antar tingkatan tentu sangatlah dibutuhkan. Hubungan yang baik diantara atasan dan bawahan akan mendorong suasana kerja yang kondusif dan minim risiko. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membangun hubungan baik tersebut antara lain adalah dengan cara membangun motivasi secara baik karena motivasi itu dapat berasal dari luar individu dan bisa juga berasal dari dalam individu itu sendiri.

Motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan, dan memelihara perilaku manusia. Motivasi ini merupakan subyek yang penting bagi manajer, karena manajer harus memiliki kerjasama yang baik yang dicerminkan dengan bekerja bersama orang lain di perusahaan ataupun dalam lingkup organisasi. Manajer perlu memahami orang-orang yang memiliki beragam kaekteristik tertentu agar dapat mempengaruhinya untuk bekerja sesuai dengan yang diinginkan organisasi. Motivasi tidak dapat diamati atau diukur secara langsung, akan tetapi harus disimpulkan dari perilaku orang yang tampak.

Banyak istilah yang digunakan untuk menyebut motivasi (motivation) atau motif, antara lain kebutuhan (need), desakan (urge), keinginan (wish), dan dorongan (drive). Dalam hal ini akan digunakan istilah motivasi, yang diartikan sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. Motivasi yang ada pada seseorang merupakan kekuatan pendorong yang akan mewujudkan suatu perilaku guna mencapai tujuan kepuasan dirinya.

 

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pandangan tentang motivasi dalam organisasi?

2. Bagaimana pengklasifikasian dalam teori motivasi?

3. Apa sajakah jenis-jenis motivasi?

 

 

1.3 Tujuan dan Manfaat

1.3.1 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:

1.    Untuk mengetahui berbagai pandangan tentang motivasi dalam organisasi

2.    Untuk mengetahui klasifikasi dalam teori motivasi

3.    Untuk mengetahui jenis-jenis motivasi

 

1.3.2 Manfaat

Untuk menambah pengetahuan, wawasan, dan bahan bacaan tentang tata cara penulisan karya ilmiah serta sebagai perbandingan untuk penelitian selanjutnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB 2. PEMBAHASAN

 

 

2.1 Pandangan tentang Motivasi dalam Organisasi

Perkembangan teori manajemen juga mencakup model atau teori motivasi. Berikut ini akan dibahas tiga diantara model motivasi dengan urutan atas dasar kemunculannya, yaitu model tradisional, model hubungan manusiawi, dan model sumber daya manusiawi. Pandangan manajer yang berbeda tentang masing-masing model adalah salah satu penentu penting guna mencapai keberhasilan mereka dalam mengelola karyawan.

Kata motivasi (motivation) kata dasarnya adalah motif (motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan, yang berlangsung secara sadar. Dari pengertian tesebut berarti pula semua teori motivasi bertolak dari prinsip utama bahwa: “manusia (seseorang) hanya melakukan kegiatan yang menyenangkannya untuk dilakukan.” Prinsip itu tidak menutup kondisi bahwa dalam keadaan terpaksa seseorang mungkin saja melakukan sesuatu yang tidak disukainya. Dalam kenyataannya kegiatan yang didorong oleh sesuatu yang tidak disukai berupa kagiatan yang terpaksa dilakukan, cenderung berlangsung tidak efektif dan tidak efisien. Dengan demikian berarti juga yang menjadi prinsip utama dari segi psikologis, bagi manajemen di muka bumi adalah menciptakan kondisi yang mampu mendorong setiap pekerja agar melaksanakan tugas-tugasnya dengan rasa senang dan puas. Dengan kata lain manajemen sebagai proses mendayagunakan orang lain untuk mencapai suatu tujuan, hanya akan berlangsung efektif dan efesien, jika para manajer mampu memotivasi para pekerja dalam melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawabnya.

1.      Model Tradisional

Model tradisional dari motivasi berhubungan dengan Frederick Taylor dan aliran manajemen ilmiah. Model ini mengisyaratkan bahwa manajer harus bisa menentukan pekerjaan-pekerjaan yang akan dilakukan dan digunakannya. Contohnya adalah dengan cara menggunakan sistem  pengupahan intensif untuk memotivasi para pekerja yang diharapkan nantinya akan meningkatkan produktivitas dari para pekerja itu sendiri.

2.      Model Hubungan Manusiawi

Banyak praktek manajemen merasakan bahwa pendekatan tradisional tidak memadai. Kontak social karyawan pada pekerjaan yang dilakukannya memiliki pernanan penting bahwa kebosanan dan tugas yang bersifat pengulanagan adalah salah satu faktor pengurang motivasi. Pemenuhan motivasi para bawahan atau pekerja melalui pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sosial maka akan membuat mereka merasa berguna dan penting.

3.      Model Sumber Daya Manusia

Para teoritis  seperti McGregor, Maslow, dan para peneliti seperti Argyris dan Likert, memberikan pandangan yang berbeda pada model hubungan manusiawi. Model ini menyatakan bahwa para karyawan dimotivasi oleh banyak faktor, tidak hanya uang atau keinginan untuk mencapai kepuasan, tetapi juga kebutuhan untuk berprestasi dan memperoleh pekerjaan yang berarti. Mereka beralasan bahwa kebanyakan orang telah dimotivasi untuk melakukan pekerjaan secara baik, mereka tidak secara otomatis melihat pekerjaan sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan. Mereka mengemukakan bahwa para karyawan lebih menyukai pemenuhan kepuasan dari suatu prestasi kerja yang baik. Jadi, karyawan dapat diberi tanggung jawab yang lebih besar untuk pembuatan keputusan-keputusan dan pelaksaan tugas tertentu.

 

 

2.2 Teori-teori Motivasi

2.2.1 Teori Isi

Teori isi dari motivasi memusatkan perhatiannya pada penyebab-penyebab perilaku terjadi dan terhenti. Yakni terpusat pada (1) kebutuhan, motif ataupun dorongan yang mendorong, menekan, memacu, dan menguatkan karyawan untuk melakukan kegiatan (2) hubungan-hubungan para karyawan dengan faktor-faktor eksternal (insentif) yang menyarankan, menyebabkan, mendorong, dan mempengaruhi mereka untuk melaksanakan suatu kegiatan. Teori isi menekankan pentingnya pengertian akan faktor-faktor internal individu tersebut, kebutuhan atau motif yang menyebabkan mereka memilih kegiatan, cara dan perilaku tertentu untuk memuaskan kebutuhan yang dirasakan. Faktor-faktor eksternal, seperti gaji, kondisi kerja, hubungan kerja, dan kebijaksanaan perusahaan tentang kenaikan pangkat, delegasi wewenang, dan sebagainya, memberikan nilai atau kegunaan untuk mendapatkan perilku karyawan yang positif dalam usaha pencapaian tujuan organisasi.

a.       Hirarki Kebutuhan dari Maslow

Maslow mendasarkan konsep hirarki kebutuhan pada dua prinsip. Pertama, kebutuhan-kebutuhan manusia dapat disusun dalam suatu hirarki dari kebutuhan terendah sampai yang tertinggi. Kedua, suatu kebutuhan yang telah terpuaskan berhenti menjadi motivator utama dari perilaku. Hirarki kebutuhan menurut Maslow antara lain adalah :

1.      Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan untuk makan, minum, perlindungan fisik, bernapas, seksual. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat terendah atau disebut pula sebagai kebutuhan yang paling dasar

2.      Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan akan perlindungan diri dari ancaman, bahaya, pertentangan, dan lingkungan hidup

3.      Kebutuhan untuk rasa memiliki (sosial), yaitu kebutuhan untuk diterima oleh kelompok, berafiliasi, berinteraksi, dan kebutuhan untuk mencintai serta dicintai

4.      Kebutuhan akan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati dan dihargai oleh orang lain

5.      Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, yaitu kebutuhan untuk menggunakan kemampuan, skill dan potensi. Kebutuhan untuk berpendapat dengan mengemukakan ide-ide, gagasan dan kritik terhadap sesuatu

Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama dan kedua kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas ialah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda dari satu orang dengan orang lain karena manusia merupakan makhluk individu yang khas. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi juga bersifat psikologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.

Menarik pula untuk mencatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin dalamnya pemahaman tentang pentingnya unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin disempurnakan. Bahkan dapat dikatakan mengalami “koreksi.”

Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut diarahkan terutama pada konsep “hierarki kebutuhan” yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartika sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti “anak tangga.” Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua – dalam hal ini keamanan – sebelum kebutuhan tingkat pertama – yaitu sandang, pangan, dan papan – terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasannya sebelum seseorang merasa aman. Demikian seterusnya.

Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia semakin mendalam, penyempurnaan dan “koreksi” tersebut dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini perlu ditekankan bahwa:

a.         kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang;

b.        pemuasan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya;

c.         berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.

Ketiga hal di atas didukung oleh berbagai teori motivasi lainnya yang dikembangkan kemudian oleh para pakar lain.

b.      Teori Motivasi ― Pemeliharaan dari Herzberg

Faktor-faktor penyebab kepuasan kerja (job satisfaction) mempunyai pengaruh pendorong bagi prestasi dan semangat kerja adalah factor yang memiliki pengaruh positif. Sedangkan faktor-faktor penyebab ketidakpuasan kerja (job dissatisfaction) mempunyai pengaruh negative sehingga membedakan antara “motivator”, “pemuas” (satisfiers) dan “faktor-faktor pemeliharaan” (kadang-kadang disebut “hygienic factors”) atau “dissatisfiers”. Motivator mempunyai pengaruh meningkatkan prestasi atau kepuasan kerja. Faktor-faktor pemeliharaan mencegah merosotnya semangat kerja atau efisiensi. Meskipun faktor-faktor ini tidak dapat memotivasi, tetapi dapat menimbulkan ketidakpuasan kerja atau menurunkan produktivitas. Perbaikan terhadap faktor-faktor pemeliharaan akan mengurangi atau menghilangkan ketidakpuasan kerja, tetapi tidak dapat digunakan sebagai sumber kepuasan kerja. Faktor-faktor ini dapat dimisalkan sebagai pasta gigi. Penyikatan gigi secara teratur tidak akan memperbaikinya, tetapi hal itu membantu pencegahan kerusakan lebih lanjut.

Secara ringkas, penemuan penting dari penelitian Herzberg adalah bahwa manajer perlu untuk dapat memahami faktor-faktor apa yang dapat digunakan untuk memotivasi karyawan. Faktor ini antara lain adalah faktor prestasi (achievement), faktor pengakuan/penghargaan, faktor tanggung jawab, faktor memperoleh kemajuan dan perkembangan dalam bekerja khususnya promosi, dan faktor pekerjaan itu sendiri. Faktor ini terkait dengan kebutuhan pada urutan yang tinggi dalam teori Maslow. Kebutuhan Kesehatan Lingkungan Kerja (Hygiene Factors). Faktor ini dapat berbentuk upah/gaji, hubungan antara pekerja, supervisi teknis, kondisi kerja, kebiksanaan perusahaan, dan proses administrasidi perusahaan. Faktor ini terkait dengan kebutuhan pada urutan yang lebih rendah dalam teori Maslow. Dalam implementasinya di lingkungan organisasi/perusahaan, teori ini menekankan pentingnya menciptakan/mewujudkan keseimbangan antara kedua faktor tersebut. Salah satu diantaranya yang tidak terpenuhi, akan mengakibatkan pekerjaan menjadi tidak efektif dan tidak efisien.

c.       Teori Prestasi dari McClelland

David McClelland dan para penelliti lainnya menemukakan bahwa ada korelasi positif antara kebutuhan berprestasi dengan prestasi dan sukses pelaksanaan. McClelland, melalui risetnya, menemukan bahwa para usahawan, ilmuan dan profesional mempunyai tingkat motivasi prestasi di atas rata-rata. Motivasi seorang pengusaha tidak semata-mata ingin mencapai keuntungan (laba) itu sendiri, tetapi karena dia mempunyai keinginan yang kuat untuk berprestasi. Keuntungan (laba) hanyalah suatu ukuran sederhana yang menunjukkan seberapa baik pekerjaan telah dilakukan, tetapi tidak sepenting tujuan itu sendiri.

            McClelland juga menemukan bahwa kebutuhan prestasi tersebut dapat dikembangkan pada orang dewasa. Orang-orang yang berorientasi prestasi mempunyai karakteristik-karakteristik tertentu yang dapat dikembangkan, yaitu:

1.      Menyukai pengambilan risiko yang layak (moderat) sebagai fungsi keterampilan, bukan kesempatan; menyukai suatu tantangan; dan menginginkan tanggung jawab pribadi bagi hasil-hasil yang dicapai.

2.      Mempunyai kecenderungan untuk menetapkan tujuan-tujuan prestasi yang layak dan menghadapi risiko yang sudah diperhitungkan. Salah satu alasan mengapa banyak perusahaan berpindah ke program management by objectives (MBO) adalah karena adanya korelasi positif antara penetapan tujuan dan tingkat prestasi.

3.      Mempunyai kebutuhan yang kuat akan umpan balik tentang apa yang telah dikerjakannya.

4.      Mempunyai keterampilan dalam perencanaan jangka panjang dan memiliki kemampuan-kemampuan organisasional.

d.       Teori Clayton Alderfer

Bagi mereka yang senang mendalami teori motivasi, bukan merupakan hal baru apabila dikatakan bahwa teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG”. Akronim “ERG” dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah, yaitu:

E = Existence

R = Relatedness

G = Growth

Jika makna ketiga istilah tersebut di dalami akan terlihat dua hal penting. Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; “Relatedness” senada dengan hierarki ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung makna yang sama dengan “self actualization” menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak.

Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan terlihat bahwa:

a.         makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya;

b.        kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila kebutuhan yang “lebih rendah” telah dipuaskan;

c.         sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tingi, semakin besar keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang lebih mendasar.

Tampaknya pandangan ini didasarkan pada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinnya, karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya pada hal-hal yang mungkin dicapainya.

 

2.2.2 Teori-teori Proses

Teori-teori sebelumnya memusatkan diri pada kebutuhan-kebutuhan yang mendorong atau memacu perilaku dan insentif-insentif yang menarik atau menyebabkan perilaku. Sedangkan, teori-teori proses berkenaan dengan bagaimana perilaku timbul dan dijalankan.

a.       Teori Pengharapan

Teori pengharapan menyatakan bahwa perilaku kerja karyawan pada kenyataannya menentukan terlebih dahulu perilaku mereka yang dapat dijalankan dan nilai yang diperkirakan sebagai hasil-hasil alternatif dari perilakunya. Sebagai contoh, bila seorang karyawan mengharapkan bahwa menyelesaikan pekerjaan pada waktunya akan memperoleh penghargaan, maka dia akan dimotivasi untuk memenuhi sasaran tersebut.

Menurut Victor Vroom, dikenal sebagai teori nilai ― penghargaan Vroom, orang dimotivasi untuk bekerja bila mereka (1) mengharapkan usaha-usaha yang ditingkatkan akan mengarahkan ke balas jasa tertentu, dan (2) menilai balas jasa sebagai hasil dari usaha-usaha mereka.

Teori ini juga berpegang pada prinsip yang mengatakan: “terdapat hubungan yang erat antara pengertian seseorang mengenai suatu tingkah laku, dengan hasil yang ingin diperolehnya sebagai harapan.” Dengan demikian berarti juga harapan merupakan energi penggerak untuk melakukan suatu kegiatan, yang karena terarah untuk mencapai sesuatu yang diinginkan disebut “usaha.” Usaha di lingkungan para pakerja dilakukan berupa kegiatan yang disebut bekerja, pada dasarnya didorong oleh harapan tertentu.

Usaha yang dapat dilakukan pekerja sebagai individu dipengaruhi oleh jenis dan kualitas kemampuan yang dimilikinya, yang diwujudkannya berupa keterampilan/keahlian dalam bekerja. Berdasarkan jenis dan kualitas keterampilan/keahlian dalam bekerja akan diperoleh hasil, yang jika sesuai dengan harapan akan dirasakan sebagai ganjaran yang memberikan rasa kepuasan.

Implementasinya di lingkungan sebuah perusahaan dapat dilakukan sebagai berikut:

1.      Manajer perlu membantu para pekerja memahami tugas-tugas/pekerjaannya, dihubungkan dengan kemampuan atau jenis dan kualitas keterampilan/keahlian yang dimilikinya.

2.      Berdasarkan pengertian itu, manajer perlu membantu para pekerja agar memiliki harapan yang realistis, yang tidak berlebih-lebihan. Harapannya tidak melampaui usaha yang dapat dilakukannyasesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

Manajer perlu membantu para pekerja dalam meningkatkan keterampilan/keahliannya dalam bekerja, yang dapat meningkatkan harapannya, dan akan meningkatkan pula usahanya melalui pelaksanaan pekerjaan yang semakin efektif dan efisien.

b.      Pembentukan Perilaku

Pendekatan ini didasarkan terutamaatas hukum pengaruh (law of effect), yang menyatakan bahwa perilaku yang diikuti konsekuensi pemuasan cenderung diulang, sedangkan perilaku yang diikuti konsekuensi hukuman cenderung tidak diulang. Dengan demikian perilaku individu di waktu mendatang dapat diperkirakan atau dipelajari dari pengalaman di waktu yang lalu.

Proses pembentukan perilaku ini secara sederhana dapat dijabarkan  sebagai berikut: Rangsangan lalu tanggapan kemudian konsekuensi selanjutnya adalah tanggapan di waktu yang akan dating. Jadi, perilaku (tanggapan) individu terhadap suatu situasi atau kejadian (stimulus) adalah penyebab konsekuensi tertentu. Bila konsekuensi itu positif, individu akan memberikan tanggapan sama terhadap situasi yang sama, tetapi bila konsekuensi tidak menyenangkan individu akan cenderung merubah perilakunya untuk menghindarkan dari konsekuensi tersebut.

Hal ini memberikan petunjuk bila manajer akan mengubah perilaku bawahan, dia harus mengubah konsekuensi dari perilaku tersebut. Sebagai contoh, seorang karyawan yang sering datang terlambat dapat dimotivasi agar datang tepat pada waktunya (pengubahan perilaku), dengan memberikan penghargaan untuk ketepatan waktu.

Ada empat teknik yang dapat dipergunakan manajer untuk mengubah perilaku bawahan:

1.    Penguatan positif, bisa penguat primer seperti minuman atau makanan yang memuaskan kebutuhan-kebutuhan biologis, ataupun penguat sekunder seperti penghargaan berwujud hadiah, promosi, dan uang.

2.    Penguatan negatif, di mana individu akan mempelajari perilaku yang membawa konsekuensi tidak menyenangkan dan kemudian menghindari perilaku tersebut di masa mendatang (avoidance learning).

3.    Pemadaman, dilakukan dengan peniadaan penguatan.

4.    Hukuman, melalui mana manajer mencoba untuk mengubah perilaku bawahan yang tidak tepat dengan pemberian konsekuensi-konsekuensi negatif.

W. Clay Hammer, telah mengidentifikasikan 6 pedoman penggunaan teknik-teknik pembentukan perilaku, atau disebut teori belajar (learning theory), yaitu:

1.    Jangan memberikan penghargaan yang sama kepada semua orang.

2.    Perhatikan bahwa kegagalan untuk memberi tanggapan dapatjuga mengubah perilaku.

3.    Beritahu karyawan tentang apa yang harus dilakukan untuk mendapatkan penghargaan.

4.    Beritahu karyawan tentang apa yang dilakukan secara salah.

5.    Jangan memberi hukuman di depan karyawan lain.

6.    Bertindaklah adil.

c.       Teori Porter ― Lawler

Model Porter ― Lawler  adalah teori pengharapan dari motivasi dengan versi orientasi masa mendatang, dan juga menekankan antisipasi tanggapan atau hasil.

Model pengharapan ini menyajikan sejumlah implikasi bagi manajer tentang bagaimana seharusnya memotivasi bawahan dan juga implikasi bagi organisasi. Implikasi model ini bagi manajer mencakup:

1.    Pemberian penghargaan yang sesuai dengan kebutuhan bawahan.

2.    Penentuan prestasi yang diinginkan

3.    Pembuatan tingkat prestasi yang dapat dicapai

4.    Penghubungan penghargaan dengan prestasi

5.    Penganalisaan faktor-faktor apa yang bersifat berlawanan dengan efektifitas penghargaan

6.    Penentuan penghargaan yang mencukupi atau memadai

Sedangkan implikasi bagi organisasi adalah meliputi:

1.    Sistem penghargaan organisasi harus dirancang untuk memotivasi perilaku yang beringinkan

2.    Pekerjaan itu sendiri dapat dibuat sebagai pemberian penghargaan secara intrinsik

3.    Atasan langsung mempunyai peranan penting dalam proses motivasi

d.      Teori Keadilan

Teori ini mengemukakan bahwa orang akan cenderung membandingkan antara masukan-masukan yang mereka berikan pada pekerjaannya dalam bentuk pendidikan, pengalaman, latihan, dan usaha, dengan hasil (penghargaan-penghargaan) yang mereka terima, seperti juga mereka membandingkan balas jasa yang diterima karyawan lain dengan yang diterima dirinya untuk pekerjaan yang sama.

Faktor kunci bagi manajer adalah mengetahui apakah ketidakadilan secara nyata ada. Ketidakadilan ini akan ditanggapi dengan bermacam-macam perilaku yang berbeda, misal dengan menurunkan prestasi, mogok kerja, dan sebagainya. Bagi manajer, teori keadilan memberikan dampak bahwa penghargaan sebagai motivasi kerja harus diberikan sesuai yang dirasa adil oleh individu-individu yang bersangkutan.

e.       Teori Tujuan sebagai Motivasi

Dalam bekerja tujuan bukan harapan. Dalam kenyataannya harapan bersifat subyektif dan berbeda-beda antara setiap individu, meskipun bekerja pada unit kerja atau perusahaan yang sama. Tujuan bersumber dari Rencana Strategik dan Rencan Operasional organisasi/perusahaan, yang tidak dipengaruhi individu dan tidak mudah berubah-ubah. Oleh karena itu tujuan bersifat obyektif.

Implementasi dari teori ini di lingkungan suatu perusahaan dapat diwujudkan sebagai berikut:

a.         Tujuan unit kerja atau tujuan organisasi/perusahaan merupakan fokus utama dalam bekerja. Oleh karena itu para manajer perlu memiliki kemampuan merumuskannya secara jelas dan terinci, agar mudah dipahami para pekerja. Untuk itu para manajer perlu membantu pekerja jika mengalami kesulitan memahami dan menyesuaikan diri dengan tujuan yang hendak dicapai.

b.        Tujuan perusahaan menentukan tingkat intensitas pelaksanaan pekerjaan, sesuai dengan tingkat kesulitan mencapainya. Untuk itu para manajer perlu merumuskan tujuan yang bersifat menantang, sesuai dengan kemampuan pekerja yang ikut serta mewujudkannya.

c.         Tujuan yang sulit menimbulkan kegigihan dan ketekunan dalam usaha mencapainya, melebihi dari tujuan yang mudah mencapainya. Untuk itu para manajer perlu menghargai para pekerja yang berhasil mewujudkan tujuan unit kerja atau perusahaan yang sulit mencapainya.

Dari uraian- uraian di atas dapat disimpulkan  bahwa fungsi motivasi bagi manusia termasuk pekerja adalah sebagai berikut:

a.       Motivasi berfungsi sebagai energi atau motor penggerak bagi manusia, ibarat bahan bakar pada kendaraan.

b.      Motivasi merupakan pengatur dalam memilih alternatif di antara dua atau lebih kegiatan yang bertentangan. Dengan memperkuat suatu motivasi, akan memperlemah motivasi yang lain, maka seseorang hanya akan melakukan satu aktivitas dan meninggalkan aktivitas yang lain.

c.       Motivasi merupakan pengatur arah atau tujuan dalam melakukan aktivitas. Dengan kata lain setiap orang hanya akan memilih dan berusaha untuk mencapai tujuan, yang motivasinya tinggi dan bukan mewujudkan tujuan yang lemah motivasinya.

Sehubungan dengan uraian- uraian di atas, secara sederhana dapat dibedakan dua bentuk motivasi kerja. Kedua bentuk tersebut adalah sebagai berikut:

1.      Motivasi Intrinsik

Motivasi ini adalah pendorong kerja yang bersumber dari dalam diri pekerja sebagai individu, berupa kesadaran mengenai pentingnya atau manfaat/makna pekerjaan yang dilaksanakannya. Dengan kata lain motivasi ini bersumber dari pekerjaan yang dikerjakan, baik karena mampu memenuhi kebutuhan, atau menyenangkan, atau memungkinkan mencapai suatu tujuan, maupun karena memberikan harapan tertentu yang positif di masa depan.

2.      Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ini adalah pendorong kerja yang bersumber dari luar diri pekerja sebagai individu, berupa suatu kondisi yang mengharuskannya melaksanakan pekerjaan secara maksimal. Misalnya berdedikasi tinggi dalam bekerja karena upah/gaji yang tinggi, jabatan/posisi yanng terhormat atau memiliki kekuasaan yang besar, pujian, hukuman, dan lain-lain.

Dalam rangka memotivasi para pekerja, setidak-tidaknya terdapat 3 tanggung jawab utama seorang manajer. Ketiga tanggung jawab itu adalah:

a.       Merumuskan batasan pelaksanaan pekerjaan bawahannya.

Dalam rumusan tersebut harus jelas jenis/jumlah (kuantitatif) dan bobot (kualitatif) tugas-tugas yang menjadi wewenang dan tanggung jawab setiap bawahannya.

b.      Menyediakan dan melengkapi fasilitas untuk pelaksanaan pekerjaannya, agar bagi pekerja yang memiliki motivasi kerja tinggi tidak menjadi hambatan untuk melaksanakannya secara maksimal.

c.       Memilih dan melaksanakan cara terbaik dalam mendorong atau memotivasi pelaksanaan pekerjaan para bawahannya.

 

2.3  Jenis-jenis Motivasi

Pada garis besarnya motivasi yang diberikan bisa dibagi menjadi dua yaitu motivasi positif dan motivasi negatif. Motivasi positif adalah proses untuk mencoba mempengaruhi orang lain agar menjalankan sesuatu yang kita inginkan dengan cara memberikan kemungkinan untuk mendapatkan “hadiah”. Motivasi negatif adalah proses untuk mempengaruhi seseorang agar mau melakukan sesuatu yang kita inginkan, tetapi teknik dasar yang digunakan adalah lewat kekuatan ketakutan.

Bukti yang paling dasar terhadap keberhasilan suatu bentuk motivasi adalah hasil yang diperoleh dari pelaksanaan suatu pekerjaan. Dari berbagai penelitian, menunjukkan bahwa penggunaan “ancaman” motivasi negatif, seringkali memberikan hasil yang lebih banyak, berupa peningkatan produktivitas dalam jangka pendek. Tetapi penggunaan motivasi positif akan lebih berhasil dalam jangka panjang.

Yang tetap menjadi kesulitan adalah berapa banyak kita memberikan motivasi positif, dan berapa banyak yang negatif. Kepada siapa dan kapan kita memberikan masing-masing jenis motivasi juga bukan merupakan suatu halyang bersifat pasti. Jenis kegiatan ini merupakan salah satu unsur dari “seni” manajemen. Sesuatu yang sulit dipelajari karena membutuhkan bakat dan “judgment” dalam penerapannya.

Untuk masing-masing pendekatan berikut ini, perlu ditekankan bahwa cara-cara tersebut adalah sudah seni penerapan dan penggunaan yang berlebih-lebihan akan menimbulkan akibat yang buruk. Meskipun pendekatan tersebut dapat digunakan berlebih-lebihan, tetapi tidak bisa diingkari kebenaran/manfaat metode- metode tersebut.

1.      Penghargaan terhadap pekerjaan yang dilakukan

Penghargaan terhadap pekerjaan yang terselesaikan dengan baik akan menyenangkankaryawan.

2.      Informasi

Pemberian informasi tentang mengapa suatu tindakan atau perintah diberikan, bisa merupakan suatu motivaasi yang negatif. Pemberian informasi yang jelas juga akan sangat berguna untuk menghindari adanya gosip, desas-desus, dan sebagainya.

3.      Pemberian perhatian yang tulus kepada karyawan sebagai seorang individu

Pemberian perhatian yang tulus sukar dilakukan oleh seseorang secara “asal” saja. Para karyawan bisa merasakan apakah suatu perhatian diberikan secara tulus ataukah tidak. Dan juga kita hendaknya harus berhati-hati dalam memberikan perhatian ini, sebab adanya konsep “individual differences”. Suatu perhatian yang diberikan, bisa menimbulkan akibat yang berbeda terhadap orang yang berbeda. Juga pemberian perhatian hendaknya tidak berlebih-lebihan.

4.       Persaingan

Pada umumnya setiap orang senang bersaing secara jujur. Sikap dasar ini bisa dimanfaatkan oleh para pimpinan dengan memberikan rangsangan (motivasi) persaingan yang sehat dalam menjalankan pekerjaan. Pemberian hadiah untuk yang menang merupakan bentuk motivasi positif.

5.      Partisipasi

Partisipasi yang digunakan sebagai salah satu bentuk motivasi positif bisa dikenal sebagai “democratic management” atau “consultative supervision”. Dengan dijalankannya partisipasi ini bisa diperoleh beberapa manfaat, seperti bisa dibuatnya keputusan yang lebih baik (karena banyaknya sumbangan pikiran), adanya penerimaan yang lebih besar terhadap perintah yang diberikan dan adanya perasaan diperlukan (feeling of importance).

6.      Kebanggaan

Penggunaan kebanggaan sebagai alat motivasi atau “overlap” dengan persaingan dan pemberian penghargaan. Memberikan “tantangan” yang wajar, keberhasilan mengalahkan “tantangan” tersebut memberikan kebanggaan terhadap para karyawan. Penyelesaian sesuatu pekerjaan yang dibebankan akan menimbulkan rasa puas dan bangga. Apalagi kalau pekerjaan tersebut memang sudah “disepakati bersama”.

7.      Uang

Uang jelas merupakan suatu alat motivasi yang berguna untuk memuaskan kebutuhan ekonomi karyawan. Kalau kita bertanya kepada seorang karyawan, mengapa ia bekerja, jawaban yang sering diberikan adalah untuk mendapatkan uang. Meskipun demikian sebenarnya para karyawan bisa dimotivasi dengan alat motivasi yang lain. Penggunaan uang sebagai alat motivasi terutama berguna untuk memuaskan kebutuhan yang bersifat pisiologis.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB 3. PENUTUP

 

 

3.1    Kesimpulan

1.      Motivasi adalah filsafat, atau pandangan hidup yang dibentuk berdasar kebutuhan dan keinginan karyawan. Kata motivasi (motivation) kata dasarnya adalah motif (motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan, yang berlangsung secara sadar.

2.      Manajer dapat membeli waktu karyawan, manajer dapat membeli kemampuan phisik karyawan, dan sebagainya, tetapi manajer tidak dapat membeli antusiasme, inisiatif, kesetiaan, penyerahan hati, jiwa, dan akal budinya. Manajer harus memperoleh hal-hal tersebut.

3.      Motivasi positif adalah proses untuk mencoba mempengaruhi orang lain agar menjalankan sesuatu yang kita inginkan dengan cara memberikan kemungkinan untuk mendapatkan “hadiah”. Motivasi negatif adalah proses untuk mempengaruhi seseorang agar mau melakukan sesuatu yang kita inginkan, tetapi teknik dasar yang digunakan adalah lewat kekuatan ketakutan.

3.2    Saran

1.      Sebaiknya menggunakan cara yang paling tepat dalam memotivasi bawahannya, agar bawahan bisa melaksanakan pekerjaan dengan efisien dan bertanggung jawab.

2.      Karena tiap manajer memiliki ciri khasnya tersendiri, maka cara yang paling tepat dalam memotivasi karyawan adalah dengan cara menggunakan pendekatan motivasi sesuai dengan waktu dan keadaan

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

Buku :

Hanandoko, Hani, T. 2009. Manajemen. Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA

 

Husnan, Suad Danheidjarachman. 2001. Manajemen Personalia. Yogyakarta : BPFE Yogyakarta

 

Nawawi, Hadari. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Bisnis yang Kompetitif. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

 

Siagian, Sondang, P. 2001. Manajemen Sumber Daya  Manusia. Jakarta : Bumi Aksara

 

Internet :

Diakses pada 19 April 2014


No comments:

Post a Comment